Selasa, 27 September 2011

JAKARTA DI AMBANG GEMPA BESAR?

STAF KHUSUS PRESIDEN BIDANG BANTUAN SOSIAL DAN BENCANA ANDI ARIEF MENGAKU SANGAT SULIT MEYAKINKAN MASYARAKAT BAHWA ADA POTENSI GEMPA 8,7 SKALA RICHTER (SR) AKAN MENGGUNCANG JAKARTA. 
SEBERAPA BESARKAH PELUANG GEMPA ITU MENURUT TERAWANG GAIB...?





Ketika para sahabat Misteri membaca tulisan ini, adalah sangat mungkin gempa yang diramalkan akan mengguncang Jakarta itu telah terjadi. Kemungkinan berikutnya, gempa itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini, seperti untuk beberapa minggu, bulan atau bahkan beberapa tahun mendatang. Kemungkinan terakhir, gempa yang diramalkan itu memang tidak akan pernah terjadi untuk selamanya.
Tentu saja, semanya hanya Allah SWT yang mengetahuinya secara pasti, sebab bumi yang kita diami ini memang berada di dalam genggamanNya. Sebagai orang beriman, kita harus meyakini kenyataan tersebut.
Seperti apapun fakta yang akan terjadi nanti, bagi saya adalah sangat menarik untuk mengkaji dan menganalisa tentang ramalan gempa 8,7 skala Richter, atau mungkin lebih,yang oleh pakararkoelogi diprediksi akan mengguncang ibu kota. Seperti yang dilansir oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang mensinyalir Jakarta dan sekitarnya akan digoyang gempa berkekuatan 8,7 Skala Richter (SR).
"Potensinya ada, tapi kita belum bisa mengatakan secara detail karena ini masih dalam penelitian kita jadi datanya sekarang masih sedikit," tegas Ahli Gempa LIPI, Dani Hilman, seperti dikutip oleh berbagai media. Ditambahkan pula, potensi gempa berkekuatan 8,7 SR itu berpusat di Selat Sunda, bahkan menurutnya potensi kekuatan gempa bisa di atas 8,7 SR. Subhanallah!
Entah seperti apa wajah ibu kota jika prediksi ini akan menjelma menjadi kenyataan yang sebenarnya.

   Namun yang pasti, apa yang dikatakan Dani Hilman itu, tentu bukan tanpa alasan dan buka pula analisa yang sama sekali tidak memiliki dasar perhitungan. Selain sedang melakukan penelitian, Dani juga mengatakan kalau Selat Sunda merupakan terusan dari Mentawai yang sudah lebih dulu diguncang gempa.
Dia mengatakan tujuannya melakukan penelitian adalah untuk mengetahui kemungkinan terjadinya gempa tersebut, selain itu agar pemerintah dan masyarakat bisa bersiap mengantisipasi kemungkinan jika tiba-tiba terjadi gempa seperti apa yang diramalkan itu.
"Jadi sebelum terjadi kita sudah harus siap, jangan tiba-tiba terjadi kita kaget," tandas Dani Hilman.
Sudah barang tentu, niatan saya menyajikan tulisan ini, juga dengan keinginan baik yang sejalan dengan Ahli Gempa LIPI tersebut. Artinya, tak ada niat secuil pun dalam hati sanubari kamiuntuk menebar suasana horror di kalangan masyarakat luas. Justru saya pribadi menginginkan aga analisa saya yang berpijak pada hasil proyeksi astral ini kiranya dapat mempertebal iman dan ketakwaan kita berasma. Dengan demikian kita sudah bersiap diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Perlu saya jelaskan terlebih dahulu, yang dimaksud sebagai proyeksi astal atau astral projection, istilah kitanya meraga sukma. Ini adalah kemampuan untuk memindahkan badan astral atau melepaskan badan astral keluar dari badan fisiknya. Proyeksi astral merupakan perjalanan diluar tubuh (out of body experience) dengan menggunakan segenap kemauan dan kemampuan serta kecepatan pikiran.
Perlu diketahui pula, setiap manusia memiliki badan kembaran yaitu badan fisik dan badan astral. Secara teoritis, badan astral merupakan badan yang sangat halus, ringan namun dapat diwujudkan (didapatkan).
Badan ini juga yang terlepas dari badan fisik ketika dalam keadaan kesurupan, koma, trance, atau ketika kita bermimpi.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan yang tersembunyi dari dalam dirinya. Salah satunya adalah dengan melakukan perjalanan yang dilakukan disaat berada pada alam bawah sadar manusia bisa melakukan out of  body experience sesuka hatinya?


   Tentu saja tidak demikian adanya. Out of body experience hanya bisa digunakan untuk tujuan yang sifatnya positif. Namun perlu saya tegaskan pula, astral projection sangat jarang langsung berhasil pada percobaan pertama. Biasanya memerlukan 2 sampai 3 kali percobaan. Penghalang terbesar suksesnya astral projection sebenarnya adalah alam sadar kita sendiri, yang terkadang tanpa kita sadari selalu mencoba mencegah tebelahnya tubuh kita ke tubuh  nyata dan tubuh astral. Setidaknya, inilah yang selalu saya alami dalam upaya ini. Salah satunya adalah disebabkan karena betapa sulitnya membangkitkan Nafsu Mardhiyah, yang adalah dalam sanubari saya.
Setelah tiga malam berturut-turut terus mencoba, syukur Allhamdulilah akhirnya saya mampu menguasai diri dalam cakupan Nafsu Mardhiyah, yakni jiwa yang ridho untuk selalu berdzikir, ikhlas dalam memperoleh kemuliaan atau petunjuk.
Tepat di puncaknya malam Jum'at itu, saya awali ritual dengan menunaikan sholat Hajat khusus 2 rakaat, dengan satu permohonan semoga kiranya Allah SWT meridhoi dan memberi petunjuk terhadap hajat yang akan saya lakukan. Setelah itu saya membaca surat Al-Kahfi dari awal sampai akhir surat. Baru kemudian saya mewiridkan 4 ayat terakhir dari surah Al-Kahfi sebanyak 160 kali.
Sebagai puncak ritual, saya pun membakar Fathul Jin, yakni buhur yang dikhususkan sebagai sarana penghubung dengan bangsa jin, ruh, atau bangsa gaibiyah lainnya. Seperti ciri khasnya, bila dibakar buhur ini asapnya sangat banyak dan berwarna putih bersih. Maka, bilik tempat saya berkhalwat pun seakan sepenuhnya berada dalam cakupan asap sang Fathul Jin.
Setelah asap Fathul Jin memenuhi bilik sempit itu, barulah kemudian saya berbaring dengan posisi tubuh telentang dan dengan kedua tangan disedapkan di dada seperti layaknya orang sholat, sambil berdzikir.
"Khafi Allah...Allah..." sebanyak yang saya mampu, sampai kemudian tubuh astral saya mulai "meninggalkan" wadagnya. 

     Ritual Ilmu Hikmah inilah yang saya gunakan untuk melakukan proyeksi astral atau perjalanan di luar tubuh (out of body experience). Tubuh astral saya berjalan bersama Nafs al-Mulhammah, nafs yang bisa menerima ilham. Pikiran yang bekerja pada badan halus ketiga ini adalah pikiran sadar (conscious mind). Alam tempat badan halus ketiga ini disebut pula sebagai Alam Astral. Dengan menggunakan pikiran ini kita dapat berhubungan dengan jiwa-jiwa orang yang baru atau telah meninggal, jin, atau makhluk-makhluk gaibiyah lainnya. Demikianlah yang terjadi pada badan astral saya malam itu.
Para sahabat pasti bertanya: Siapakah yang berhasil saya temui dalam perjalanan astral ini?
Bismillahirohmanirrohim...insya Allah yang berhasil saya temui adalah ruh seorang wali kekasih Allah. Namun, sesuai kesepakatan dengan beliau, saya terpaksa tidak dapat menyebutkan siapa namanya.
Para sahabat mungkin penasaran dan bertanya lagi: Apakah mungkin ruh orang yang masih hidup bisa bertemu dan berkomunikasi dengan ruh orang yang telah meninggal?
Jawabannya adalah jelas bisa, dan itu didukung oleh firman Allah dalam surah Az-Zumat ayat 42, yang artinya, "Allah-lah yang mengambil jiwa manusia itu ketika wafat dan ketika tidurnya sebelum wafat, lalu ditahannya jiwa tu (yang wafat) serta dilepaskannya kembali jiwa yang lain (yang masih hidup) sampai batas waktu yang ditentukan (bangun). Sesungguhnya hal itu menjadi bukti bagi yang mau berpikir."
Atas dasar Kalamullah diatas, sebagian kalangan meyakini bahwa ruh orang yang telah meninggal dapat bertemu dengan ruh orang yang masih hidup baik melalu mimpi, atau bisa terjadi di alam gaib (Alam Astral), alamnya orang yang telah meninggal, yang salah satunya dilakukan dengan proyeksi astral.
Mengutip isi kitab Arruh Li Ibnil Qoyyim karangan Imam Syamsudin Abi Abdillah bin Qayyim Al Jauzy halaman 177 menyebutkan, "Sedangkan bagi ummat Islam sendiri telah diyakini bersama dan tidak ada yang berselisih paham bahwa ruh itu adalah makhluk, mulai dari ruhnya Nabi Adam dan seterusnya turun temurun."
Ini berarti, bahwa ruh itu adalah makhluk Allah dan memiliki sifat-sifat sebagaimana halnya makhluk hidup. Mereka dapat bersosialisasi dan berkomunikasi, bahkan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT.

    Demikian pula halnya dengan keyakinan saya secara pribadi. Karena itulah, meski pertemuan yang berlangsung antara tubuh astral saya dengan ruh sang aulia itu hanya terjadi di Alam Astral, namun saya meyakini pertemuan saya dengan sosok yang sangat kharismatik itu terjadi dalam kesadaran yang sesungguhnya, atau dalam lingkup Nafs al-Mulhammah, nafs yang bisa menerima ilham.
      "Wahai anak muda, segeralah bertaubat, Tidakkah engkau perhatikan bahwa Allah SWT memberikan bencana kepadamu agar engkau bertaubat, tetapi engkau tidak sadar dan tetap dalam kemaksiatan? Pada zaman ini, tidak ada yang selamat dari itu kecuali sedikit," beliau membuka wasiatnya.
Kemudian dikatakannya bahwa menjelang akhir tahun ini ada peristiwa besar yang akan melanda sebuah kota tepat disebelah timur, dan dikatakannya agar semua orang hendaknya berhati-hati dan senantiasa bertakwa.
Hal penting lain yang beliau katakan adalah tentang sebuah tempat penuh maksiat dan pusat segala kemunafikan yang akan dibanjiri oleh air mata mereka yang menangis karena harus kehilangan.

SABDA RASULULLAH SAW, "MEREKA TIDAK MENCAPAI KEDUDUKAN YANG MULIA ITU KARENA BANYAK SHALAT ATAU BANYAK PUASA." SANGAT MENGHERANKAN; BUKANKAH UNTUK MENJADI AULIA, KITA HARUS MENJALANKAN BERBAGAI RIYADHAH ATAU SULUK, YANG TIDAK LAIN DARIPADA SEJUMLAH DZIKIR, DOA, DAN IBADAH-IBADAH LAINNYA?

    "Apakah itu Jakarta, wahai Syech:" tanya saya dengan penuh takzim.
Sang aulia Allah tidak menjawabnya. Ia memberikan isyarat dengan lambaian tangannya. Maksudnya tak lain menyuruh saya agar segera pergi dan tak perlu banyak bertanya lagi.
    "Assalamu'alaikum, ya Rizalul Gaib...!
saya menyampaikan salam perpisahan untuknya. Ia menjawabnya, "Wa'alaikumsalam!" sambil secepat kilat menghilang dari hadapan saya...
Nah, itulah secuil informasi gaib yang saya peroleh dari proyeksi astral atau perjalanan diluar tubuh (out of body experience) yang saya lakukan dengan menggunakan wirid Surat Al-Kahfi. Setelah mendapatkan informasi ini, bukan berarti saya akan menyimpulkan bahwa ramalan gempa yang akan mengguncang Jakarta adlaah sebuah kebenaran yang bersifat mutlak. Bisa jadi informasi yang saya peroleh ini masih jauh dari gambaran yang sebenarnya. Wallahu a'lamu bissawab! Namun yang pasti, kedudukan ruh para wali itu memilik tempat yang sangat tinggi disisi Allah. Hal ini jelas berpengaruh terhadap fasilitas yang diberikan oleh Allah kepada mereka, salah satunya adlaah diizinkan dan diberi kemampuan untuk datang menemui keluarganya atau siapa saja yang dikehendakinya dimuka bumi ini, di alam nyata ini.


    Prediksi, atau lebih tepat lagi analisis Lembag Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). yang mensinyalir Jakarta dan sekitarnya akan digoyang gempa berkekuatan 8,7 SR, sungguh bukanlah sebuah harga mati, baik menyangkut kavalidannya maupun kesalahannya. Menurut saya, peluangnya sama besar alias fifty-fifty. Tetapi peluang Jakarta dihantan gempa, berdasarkan catatan sejarah, seakan sudah merupakan sebuah keniscayaan. Jika kita membaca tulisan Willard A Hanna dalam bukunya Hikayat Jakarta, maka dalam buku ini kita akan temukan sebuah cerita  bahwa citra Jakarta yang dijuluki Ratu Timur menjadi pudar setelah mengalami gempa yang bukan main dahsyatnya. Gempa bumi yang disetai dengan letusan-letusan gunung api dan hujan abu yang tebal itu terjadi pada malam hari tanggal 4 dan 5 November 1699 Dampak gempa bumi telah menimbulkan kerusakan parah di seluruh penjuru kota dan menyebabkan kerusakan besar pada gedung-gedung. Gempa bumi ini juga menyebabkan kacaunya persediaan air akibat porak-porandanya sistem pengairan air diseluruh daerah. Terus-terusan sungai yang penuh lumpu abu gunung api. Aliran sungai Ciliwung bahkan endapan ke tempat dimana sungai itu mengalir ke laut.
Kita juga bisa membaca cerita yang digambarkan dalam teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa, sebuah karya yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi, yang juga menuturkan tentang bencana sangat besar yang melanda wilayah ibu kota. Isi teks itu antara lain menyatakan:
"Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara (Maksudnya Krakatau). Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gungung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, dan menciptakan pulau Sumatera."


  Teknologi dan ilmu pengetahuan, secanggih dan sehebat apapun dia, tentu saja takan pernah mampu menolak bencana. Namun sebagai muslim dengan keimanannya, tentu saja kita tak perlu risau dengan bencana, sebab dalam rukun iman kita diwajibkan untk mempercayai qodho dan qodar. Dan sekaitan dengan bencana, para sahabat juga harus tahu sebuah riwayat yang disampaikan Ibnu Umar, bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah menolak bencana, kerana kehadiran Muslim yang saleh, dan seratus keluarga tetangganya."  Kemudian Rasulullah SAW membaca firman Allah, "Sekiranya Allah tidak menolakkan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya sudah hancurlah bumi ini" (QS. Al Baqaroh: 251).
Dikalangan ulama tasawuf bahkan tedapat suatu pahan dan keyakinan, bahwa penghulu para awliya adalah Quth Rabbani. Dan diantara Wali Quthb dan Wali Awtad, ada Wali Abdal yang berarti para pengganti di antara mereka meninggal, maka Allah menggantikannya dengan yang baru. Berkat do'a para Wali Abdal inilah bencana dapat ditahan. Hal ini sebagaimana hadits baginda Nabi SAW.
   "Bumi tidak pernah sepi dari mereka (para Wali Abdal-Pen)," ujar Rasulullah SAW, "Kerana merekalah manusia mendapat curahan hujan, kerana merekalah manusia ditolong".
Abu Nu'aim dalam Hilyat Al-Awliya' meriwayatkan pula sabda Nabi SAW, yang mengatakan, "Kerana merekalaha (para Wali Abdal-pen) Allah menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan menolak bencana."
Sabda ini tedengar begitu berat sehingga Ibnu Mas'ud bertanya, "Apa maksud kerana merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?"
Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Kerana mereka berdo'a kepada Allah supaya umat diperbanyak, maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memohon agar para tiran dibinasakan, maka Allah binasakan mereka. Mereka berdo'a agar turun hujan, maka Allah turunkan hujan. Kerana permohonan mereka, Allah menumbuhkan tanaman di bumi. Kerana do'a mereka, Allah menahan berbagai bencana."
     Para sahabat pasti beranya: Dimanakah para Wali Abdal itu?
Sesungguhnya Allah sebarkan para Wali Abdal itu di muka bumi. Pada setiap bagian bumi, ada mereka. Kebanyakan orang dipastikan tidak mengenal mereka. Jarangkan manusia menyampaikan terima kasih khususnya kepada mereka, bahkan sekali lagi, mengenalnya saja tidak.
Sabda Rasulullah SAW, "Mereka tidak mencapai kedudukan yang mulia itu kerana banyak shalat atau banyak puasa." Sangat mengherankan; bukankah untuk menjadi awliya', kita harus menjalankan berbagai riyadhah atau suluk, yang tidak lain daripada sejumlah dzikir, do'a dan ibadah-ibadah lainnya?
Para sahabat pun heran dan bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, "Ya Rasulullah, fima adrakuha?" Beliau SAW bersabda, "Bissakhai wan-Nashihati lil muslimin (Dengan kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada kaum Muslimin)."
Dalam hadits lain, Nabi SAW berkata, "Dengan ketaatan yang tulus, kebaikan niat, kebersihan hati, dan kesetiaan yang tulu kepada seluruh kaum Muslimin."
Disinilah letak bagaimana ketaatan yang tulus, kebaika niat, kebersihan hati, dan kesetiaan yang tulus, menjadi inti ibadah yang sangat penting dan menduduki drajat utama.


    Para sahabat seiman dan seagama, kita harus sama-sama menanamkan keyakinan bahwa para Wali Abdal itu masih ada di sekeliling kita. Namun, jika bencana hebat itu memang harus terjadi, maka itu sudah pasti merupakan keputusan Allah terhadap hambaNya, yang tentu saja terkandung maksud-maksud yang baik, meski manusia terkadang tak mudah untuk memahaminya, dan memandang bencana sebagai sebuah tragedy drama kemanusiaan semata.
Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang mukmin itu seperti tanaman yang selalu digoyangkan oleh hembusan angin karena orang mukmin senantiasa ditimpa berbagai cobaan...." (Lihat Shahih Muslim No. 5024)
Karena itulah kita tak perlu berkeluh kesah dan takut menghadapi bencana. Bukankah Allah mengetahui setiap helai daun yang jatuh. Dan jika demikian, tentu saja Allah sangat lebih mengetahui dan memperhatikan kondisi setiap hamba-hambaNya.
    "... da tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhilmahfudz)". (QS. Al An'aam; 59).
Jika bencana itu tiba, maka adalah kewajiban kita untuk mempertebal keyakinan bahwa setiap bencana merupakan kehendak Allah. Kita juga harus mengembangkan sikap ikhlas dan sabar, sebab sikap ikhlas dan sabar merupakan kerelaan kita menerima segala takdir dengan lapang dada. Kita juga harus memperbaiki diri dengan cara tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang lalu. Dan yang terakhir, memperbanyak amal soleh dengan tulus.


Demikianlah uraian singkat yang bersumber dari secuil pengetahuan saya ini. Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya apabila terkandung kesalahan dari sahabat kalian yang dhoif ini. Marilah kita semua berangkat dan bersegera menuju Allah. Segerakanlah perjalanan kalian dengan kedermawanan dan kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum muslimin. Semoga Allah melimpahkan rizki dan berkah bagi negeri ini. Amin ya robbal alamin...!